Senin, 25 Januari 2016

Dian 1

Dian...
Aku bukanlah mentari yang pasti hadir disetiap pagi yang dijanjikan
lalu lenyap ditelan ufuk barat
Aku hanyalah pelaut yang terus melarung dalam deru ombak dan badai
menuju tepian pulau cita
maka bisa saja pusaraku kelak bernisankan karang
atau bertabur bunga di atas gundukan tanah merah

Dian ...
Aku tahu pasti, kau memaku di tepian itu
memandang tiang layarku yang terkadang hilang tertutup gelombang
berharap jangkar perahu kecilku menancap di pinggir dermaga itu.

Dian ...
ada gemuruh yang tetap bergelora di jiwa
yang mendorongku ntuk terus berkayuh, menuju dermagamu
lalu merengkuhmu dalam hangatnya cahaya jingga
agar gigil yang kau tahan perlahan sirna, hilang dalam palunan rasa

Dian ....
Kerinduanmu kadang bertunas karang karang tajam
menggores perut bidukku yang tetap saja sarat dengan keringat

Dian ...
Aku tertatih.
Tapi godaan lambaian tanganmu, binar cerah matamu, senyum hangat bibirmu, adalah bara yang terus membakarku untuk berkayuh menuju tepian itu.
Tetap ataupun tidak kau terpaku di sana, toh layar ini sudah ku bentangkan.
Sebelum awan merah jingga itu lenyap, ia akan menggambarkan badai yang menengglamkanku
atau aku yang menunggangi gelombang
lalu berlabuh di landai pantai kita.

Lubuk Lintah, 210415